Subscribe Us

ksk logo.jpg

ASMARA MEMBAWA PETAKA


Oleh : Hamsinah Hamid

Sejatinya Jumat adalah hari penuh berkah sekaligus sebagai penghulu hari-hari. Namun, Jumat  pada hari itu sangat kelam, tepatnya 13 Desember 2019. Sore itu seorang mahasiswi ditemukan dalam keadaan bergelimang darah di rumah kerabatnya. Lehernya teriris pisau berkarat. Ya, peristiwa itu masih hangat dalam ingatan.

Peristiwa tragis yang membuat semua orang terperangah. Ada yang kaget, sedih bahkan marah. Betapa tidak, mahasiswi tersebut dibunuh secara sadis, sementara pelakunya adalah orang dekatnya sendiri. Alias pacarnya.

Seseorang yang semestinya menjaganya, ternyata tega mencabut nyawanya. Dan yang membuat hati miris adalah bahwa kedua muda-mudi itu tercatat sebagai mahasiswa perguruan tinggi agama di salah satu universitas ternama di Makassar.

Di media sosial, dalam hal ini facebook, sangat ramai nitizen menshare berita ini. Ketika nitizen membagikan berita pembunuhan ini, banyak yang menyumpah-nyumpahi sang lelaki. Ada yang bilang, si lelaki mau enaknya tapi tidak mau anaknya. Yang lain, berkomentar, biadab ini si lelaki, hukum seberat-beratnya.

Dan untuk si perempuan, banyak yang mendoakan almarhumah semoga husnul khotimah, ada yang bilang masuk surgaKi Nak. Tapi ada juga yang berkomentar bahwa si perempuan tidak bisa menjaga kehormatannya. Lalu ada yang memberi emoticon menangis buat si perempuan, dan marah buat si lelaki. Berbagai macam tanggapan nitizen dalam merespon berita pembunuhan ini.

Pembunuhan itu terjadi karena si lelaki merasa panik, sang perempuan meminta tanggung jawab darinya karena perempuan itu sudah berbadan dua. Kehamilannya yang sudah empat bulan membuat si perempuan kalut. Perutnya akan semakin membesar.

Rasa malu menyelimuti dirinya jika orang lain tahu akan kehamilannya. Bagaimana menghadapi pandangan mata orang lain yang tertuju kepada perut buncitnya. Bukankah ia belum menikah?

Perasaan bersalah pun menghinggapi dirinya. Mengapa ia bisa melakukan hubungan yang hanya pantas dilakukan oleh sepasang suami isteri? Mengapa ia bisa membiarkan dirinya hamil? Bagaimana menghadapi dan memberitahu kedua orang tuanya tentang kehamilannya itu? Rasa bersalah, malu dan takut menghinggapi dirinya. Itu tercermin dari puisi yang dipostingnya lewat instagram.

Beberapa hari setelah memposting puisi sedih itu. Ia ditemukan tak bernyawa di Perumahan Tamangapa. Ia mati di tangan pacarnya ketika ia berusaha meminta tanggung jawab dari sang pacar. Orang yang sudah menanamkan benih di rahimnya. Tapi, sayang si lelaki rupanya belum sanggup menghadapi keluarga sang perempuan. Ia takut menghadapi keluarga besar si perempuan. Dan menolak untuk bertanggung jawab pada saat itu.

Si perempuan makin kalut melihat respon penolakan dari sang pacar.  Ia mengambil telepon genggamnya. Ia bermaksud menghubungi orang tuanya di kampung. Untuk memberitahu mereka tentang kehamilannya. Sang laki-laki merebut handphone si perempuan. Ia mengancam, kalau si perempuan menelpon orangtuanya, ia yang mati atau sang perempuan yang mati.

Si perempuan menantang dengan berkata, “Kalau begitu bunuhma pale, daripada menanggung malu, bunuhma!!” Mendengar pacarnya berkata begitu, ia kemudian mengambil bantal dan menyumpal mulut si pacar yang lagi terbaring di atas tempat tidur. Ketika si perempuan tengah sekarat, si lelaki ke dapur mengambil pisau berkarat untuk menggorok leher si perempuan. Lepaslah nyawa dari raga si perempuan.

Beberapa jam kemudian, sepupunya menemukan si perempuan dalam keadaan tak bernyawa lagi. Lehernya sampai ke punggung bersimbah darah. Seketika gegerlah warga saat itu. Pacarnya, ikut di kerumunan ingin turut berbela sungkawa. Namun, ia kemudian ditangkap melihat gelagatnya yang mencurigakan. Setelah dinterogasi di kantor polisi, ia mengaku bahwa dialah pembunuhnya.

Peristiwa yang tragis dan menyedihkan. Di mana nyawa harus melayang sia-sia. Masa depan yang hancur seketika. Bagaimana besarnya harapan orang tua yang menyekolahkan mereka. Bekerja keras untuk membiayai pendidikan dan kehidupan mereka di kota.

Mungkin juga mereka sudah menjual asset mereka di kampung, seperti sawah atau kebun demi menyekolahkan mereka. Dengan harapan, nanti seusai kuliah anak mereka bisa bekerja dan sukses.  

Pastilah, harapan orang tua mereka kini hancur berkeping-keping. Bagi orang tua si perempuan yang terbunuh, mereka menderita kehilangan sekaligus harus menanggung rasa malu. Anak gadisnya hamil tanpa nikah.

Bagi orang tua si lelaki, mereka harus menderita malu akibat perbuatan anaknya yang telah menghamili dan membunuh anak gadis orang. Sekarang anak mereka pun harus berhadapan dengan hukum. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Entah, berapa tahun penjara kini menanti anak mereka.

Pelajaran yang sangat mahal. Terutama untuk orang tua yang menyekolahkan anaknya jauh dari pantauannya. Juga bagi anak mereka yang masih menempuh pendidikan di bangku sekolah atau kuliah. Di mana sebagian besar belum mau menikah atau belum diijinkan menikah. Sebelum selesai menempuh studinya.

Padahal di usia seperti mereka, sudah pantas untuk menikah. Di mana dorongan untuk menyalurkan kebutuhan biologis sudah cukup besar. Sedikit sentuhan saja bisa menyebabkan timbulnya rangsangan pada makhluk berlainan jenis itu ketika sementara berduaan. Membiarkan diri larut dalam berpacaran, membuat segala yang tidak pantas dilakukan menjadi tampak wajar-wajar saja. Apalagi jika setan pun sudah turut terlibat.

Bahwa berteman dengan siapa saja itu boleh. Namun, kalau lebih dari itu. Katakanlah, pacaran. Hal itu bisa mendatangkan malapetaka. Apalagi kalau gaya berpacarannya gaya bebas, bebas pegangan, memeluk, mencium dan bebas masuk ke kamar kos pacarnya. Maka dari itu wajar kiranya jika ada yang mengharamkan pacaran. Bahwa, pacaran itu adalah suatu jalan menuju zina. 

Padahal Allah SWT sudah mewanti-wanti melalui firman-Nya :
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Israa’: 32)

Dan Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita, karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka.” (HR. Ahmad)

Namun, sebagian manusia tidak menghiraukan larangan Tuhan dan Nabi-Nya. Padahal larangan itu untuk kepentingan manusia sendiri. Niscaya di balik larangan Tuhan ada hikmahnya. Pendapat bahwa tidak apa-apa pacaran yang penting pacaran Islami, itu  bisa menjerumuskan. Mana ada pacaran yang Islami. Kecuali pacaran sehabis nikah tentunya. Kalau ada orang mengaku saling cinta dan berpacaran, kebanyakan ujung-ujungnya khalwat, berlanjut ke syahwat akhirnya jadi gawat.

Bagaimana tidak gawat? Kita bisa bercermin dari peristiwa tragis yang menimpa sepasang muda-mudi itu. Dan masih banyak kejadian lainnya yang diakibatkan oleh pacaran yang kebablasan. Seperti bayi yang baru lahir dicekik oleh ibunya sendiri. Kemudian dibuang di tempat sampah. Karena sang ibu malu memiliki anak tanpa suami.

Sebenarnya dalam pergaulan bebas, perempuanlah yang lebih banyak menderita. Karena perempuanlah yang hamil dan merasakan langsung akibat dari kehamilannya. Kehamilan di luar nikah itu merupakan aib yang sangat besar.

Bayangkan sekelas  Ibunda Maryam as sendiri, yang mendapat bimbingan dan petunjuk dari-Nya, ketika hamil dalam kesendirian tanpa ada yang menemani, berada di padang pasir Sahara yang gersang dan jauh, tanpa ada makanan dan minuman sempat mengharapkan kematian sebelum semua kesulitan terjadi. Dalam Surah Maryam ayat 23, Bunda Maryam as berkata, “…Andaikan aku mati sebelum ini, dan aku termasuk orang yang dilupakan.”

Begitulah yang terekam dalam lembaran firman-Nya, betapa beratnya hamil tanpa suami dan betapa beratnya tuduhan yang akan dialamatkan pada Bunda Maryam. Padahal ia seorang perawan suci. Tidak ada seorang laki-laki pun yang pernah menjamahnya. Sehingga sempat terucap kata-kata dari mulut seorang hamba yang terkenal keteguhannya, seperti itu.

Bagaimana dengan kita, yang manusia biasa. Hamil tanpa suami karena melakukan pergaulan bebas, melakukan hubungan seks di luar nikah. Apa kata dunia? Betapa memalukannya!! Begitulah beban berat seperti menghimpit kehidupan wanita yang hamil di luar nikah. Tindakan yang irrasional bisa saja dilakukannya. Apalagi kalau laki-lakinya tidak mau bertanggung jawab. Duhai alangkah malangnya….

Dalam budaya Sulawesi Selatan, menurut Sugira Wahid, lewat bukunya Kearifan Adat Istiadat Makassar, terdapat istilah sirik na pacce dalam bahasa Makassar atau Sirik na pesse dalam bahasa Bugis. Kata Sirik yang secara harfiah berarti malu, juga berarti kehormatan.

Rasa dan nilai kehormatan ini ditanamkan dalam diri pribadi dalam setiap anggota keluarga. Seseorang harus menjaga kehormatan dan nama baik keluarganya. Perempuanlah yang menjadi lambang kehormatan keluarga. Kata pacce/pesse secara harfiah berarti pedih. Dengan sikap hidup berdasar pacce/pesse ini, masyarakat mengembangkan sikap berperikemanusiaan yang tinggi.

Hamid Abdullah dalam bukunya, Manusia Bugis Makassar, mengutip sebuah ungkapan Bugis yang berbunyi: Parakai Sirikmu, nasaba siriemmi rionroang ri lino, narekko de gaga sirik taniyani tau, yang berarti: Jagalah sirikmu (kehormatan, harga diri) karena hanya sirik kita hidup di dunia, dan bila sirik sudah tiada, kita bukan lagi manusia.

Dalam masa kiwari ini sepertinya terjadi pergeseran nilai. Nilai budaya yang dipegang erat kini sudah mulai luntur. Budaya sirik atau malu mulai pudar. Bahkan dalam peristiwa di atas, baik perempuan maupun laki-laki sudah melanggar budaya sirik na pacce/pesse.

Dengan berpacaran, sirik atau malu sudah lenyap dalam kamus mereka. Masirika/siri-sirika yang berarti saya malu, adalah sebuah istilah yang bersifat membatasi perbuatan seseorang dalam suatu hal. Dengan berpacaran, si perempuan gagal menjaga kehormatan dirinya, padahal menurut budaya, perempuanlah yang menjadi lambang kehormatan keluarga. Dan ia tidak memikirkan kepedihan orang tuanya jika ia hamil di luar nikah.

Dan ketika semua sudah terjadi, sang perempuan baru merasa sirik-sirik (malu). Di samping itu, ia sudah appakasirik (mempermalukan) keluarganya. Itulah mengapa ia merasa kalut, tercermin dari puisinya yang viral di medsos.

Demikian pula si lelaki, ia sudah appakasirik, baik keluarga besar perempuan maupun keluarga besarnya sendiri. Karena sudah menghamili anak gadis orang. Makanya, ketika sang perempuan menuntut tanggung jawabnya dan mau memberitahukan kondisi kehamilannya kepada orang tua si gadis. Ia menolak. Ia beranggapan jika keluarga besar perempuan tahu bisa fatal akibatnya.

Bisa saja keluarga perempuan marah. Dan mencari dia demi membalas perbuatannya. Dan nyawa taruhannya. Karena martabat dan harga diri keluarga perempuan sudah diinjak-injak oleh si lelaki.

Urita sang anak hamil di luar nikah itu mudah dan cepat sekali berembus bisa membuat martabat keluarga ternoda di masyarakat. Namun ketakutannya berakibat lebih fatal lagi, menghilangkan nyawa sang kekasih untuk menutupi kebejatannya.

Melihat maraknya kasus yang menimpa generasi muda, utamanya mengenai freeseks, atau hubungan seks di luar nikah, solusinya adalah orang tua perlu memahami kondisi anaknya. Jika anaknya sudah mempunyai tambatan hati dan mulai menjalin hubungan spesial alias berpacaran. Sebaiknya anak mereka dinikahkan saja. Walaupun masih menempuh pendidikan.

Ya, pernikahan menjadi salah satu solusi yang bisa menyelamatkan generasi muda kita dari pergaulan bebas. Setelah menikah, mereka bisa menunda untuk mempunyai anak. Sampai mereka selesai menempuh pendidikannya.

Mungkin agak berat. Mengingat adanya budaya uang panai di kalangan masyarakat.  Uang panai yang tinggi terkadang menjadi persoalan yang cukup pelik. Bahkan terkadang menjadi penghalang terjadinya suatu pernikahan. Namun, demi kebaikan bersama, uang panai tidak semestinya menjadi penghalang.

Gambar : https://konsultasisyariah.com/8657

Posting Komentar

1 Komentar

  1. kayanya petuah petuah orang2 dulu sdh tdk punya makna dlm kehidupan generasi skrg, di sisi yg lain kebanyakan orang tua jg sdh lupa menanamkan nilai/budaya kehormatan pada mereka

    BalasHapus