Oleh : Ustaz Syamsunar Nurdin |
Manusia dalam perjalanan hidupnya terkadang lupa dan lalai dari tujuan
penciptaannya. Ia seolah-olah tidak mengenal falsafah kehidupannya, ia tidak
tahu menggunakan waktu terbatas yang diberikan kepadanya, sehingga lupa
menyiapkan diri untuk menemui akhir dari kehidupan dunia ini. Padahal,
kebahagiaan dan kemalangannya di alam akhirat bergantung dari bekal yang
dipersiapkan serta diperolehnya dari kehidupan dunia ini, Sabda Nabi Saw:
الدنیا مزرعة الاخرة
“Dunia adalah
sawah ladang akhirat”.
Firman Ilahi:
و تزودوا فان خیر الزاد التقوی
“Berbekallah
(untuk akhirat), dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”.
Jelas
bahwa selama manusia tidak terbangun dari ketertiduran dan kelalaian ini serta
bangkit dan sadar untuk bergerak mendekatkan diri kepada Hak Swt, selamanya ia
akan berada pada perangkap dan penjara kelalaian tersebut serta tenggelam dalam
kehidupan materi dan kenikmatan duniawi.
Para arif dan ulama akhlak memandang bahwa bangun dan tersadar dari kelalaian merupakan tangga awal kebangkitan untuk bergerak mendekatkan diri kepada Hak Swt dan meninggalkan perkara-perkara yang selama ini menjauhkannya dari Tuhan. Dan langkah awal berjalan menuju Allah Swt ini mereka sebut dengan Yaqazah dan Tanabbuh.
Yaqazah
Awal Perjalanan Suluk
Tuhan
menciptakan manusia untuk bergerak mencapai kesempurnaan, dan jika manusia
ingin melangkah dalam perjalanan ini, tahap paling awal yang harus dilakukannya
adalah yaqazah dan bangkit dari tidur
kelalaian.
Yaqazah artinya bangun. Yakni seseorang
menyadari kelalaian dirinya dan menyingkap tabir-tabir kegelapan yang telah
menyeret dirinya jauh dari Allah Swt.
Jika
seseorang ingin dengan yaqazah
bergerak menuju tujuan, yakni Hak Swt maka tentu pertama ia harus mengenali
Tuhan sebagai kesempurnaan mutlak dan juga mengenali dirinya sebagai maujud
fakir dan bergantung kepada-Nya. Dari sisi ini, dengan perhatian kepada
kesempurnaan mutlak dan kekurangan serta kefakiran diri, salik akan berusaha
mendekatkan dirinya kepada Hak Swt untuk menghilangkan kekurangan-kekurangan
dirinya.
Oleh
karena itu, yaqazah pada hakikatnya
sebuah cahaya yang Tuhan lontarkan pada qalbu salik dan dengannya ia
mendapatkan kehidupan insaninya yang baru. Sinar cahaya yaqazah pada qalbu salik ini menarik ia untuk berjalan mendekatkan
diri kepada Hak Swt serta menyiapkan dirinya untuk menempuh perjalanan tahap
demi tahap.
Dalam kalimat Qishar Amirul Mukminin as terdapat perkataan beliau tentang hal ini:
الیقظة نور و الغفلة غرور
“Yaqazah adalah cahaya dan kelalaian merupakan
suatu tipuan”.
Ditempat lain beliau berkata:
فاستصبحوا بنور
یقظة فی الابصار و الاسماع
“Maka nyalakanlah
dengan cahaya Yaqazah dalam pandangan
dan pendengaran”.
Khajah Abdullah
Anshari dalam mendefenisikan Yaqazah
setelah membawakan ayat:
قل انما اعظکم بواحده ان تقوموا لله مثنی و فرادی
“Katakanlah:
“Sesungguhnya aku menasehati kalian, hendaklah bangkit untuk Allah berdua-dua
atau sendiri-sendiri”, berkata:
و هی اول ما یستنیر
قلب العبد با الحیوة لرءیة نور التنبیه
Ia
adalah yang pertama menyinari qalbu hamba dengan kehidupan dalam melihat cahaya
kesadaran.
Khajah
dalam menjelaskan kalimat ini “bangkit untuk Tuhan”, menafsirkannya dengan Yaqazah dan bangun dari tidur kelalaian
serta bangkit dari kejahilan serta kemalasan. Beliau dalam mendefenisikan Yaqazah memandang paling awalnya cahaya
yang Tuhan sinarkan pada qalbu pesalik dan memberikan kepadanya kehidupan
kebaikan insani.
Pada hakikatnya, manusia yang hidupnya hanya tenggelam dalam keperluan lahiriah dan materi (apatah lagi jika dipenuhi perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat), sebenarnya telah mematikan dirinya sebelum menemukan kematian natural. Sebab ia telah mematikan qalbunya dan mematikan aspek maknawiah dan spiritual yang ada pada dirinya. Sabda Nabi Saw:
الناس نيام فاذا
ماتوا انتبهوا
“Manusia adalah
tidur, ketika mati barulah tersadar”.
Salik
dengan yaqazah bermaksud bergerak
menuju kesucian diri, sebab dengan kekotoran-kekotoran batin tidak mungkin
dapat meraih kedekatan dengan Hak Swt. Oleh karena itu pesalik mestilah
menjalani taubat dan kembali dari dosa-dosa serta menghilangkan sifat-sifat
buruk dan kemudian menghiasi batinnya dengan sifat-sifat baik. Para ulama
akhlak menyebut pengosongan diri dari sifat-sifat buruk itu dengan takhliyah dan menyebut pengisian diri
dengan sifat-sifat baik dengan tahliyah,
dan mereka memandang bahwa takhliyah
dan tahliyah merupakan satu-satunya
jalan bergerak dalam perjalanan qurb
(dekat) kepada Allah Swt.
Faktor mendapatkan yaqazah
Manusia
yang tertidur karena kelalaian dan kelupaan atas falsafah penciptaannya, kadang
mendapatkan kesadaran secara ikhtiari dan kadang secara terpaksa (qahri).
Setiap saat terdapat seruan hidayah Tuhan kepada orang-orang yang lalai. Di dalam batin setiap orang senantiasa terlontar panggilan kepada kebaikan dan kesempurnaan. Para nabi as dibangkitkan Tuhan untuk memberi hidayah umat manusia. Mereka datang untuk menghidupkan dan memekarkan potensi fitrah yang ada pada diri setiap manusia.
Setiap saat terdapat seruan hidayah Tuhan kepada orang-orang yang lalai. Di dalam batin setiap orang senantiasa terlontar panggilan kepada kebaikan dan kesempurnaan. Para nabi as dibangkitkan Tuhan untuk memberi hidayah umat manusia. Mereka datang untuk menghidupkan dan memekarkan potensi fitrah yang ada pada diri setiap manusia.
Karena itu, orang yang menjawab seruan batinnya kepada kebaikan dan menerima ajakan para nabi as, adalah mereka yang mendapatkan yaqazah secara ikhtiari. Dan dengannya ia segera bergerak menuju ampunan Tuhan untuk meraih limpahan rahmat luas Hak Swt. Firman Tuhan:
و سارعوا الي مغفرة من ربكم و جنة عرضها السماوات و الارض اعدت للمتقين
“Dan
bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.”
Adapun
sebagian orang, kadang mendapatkan kesadaran dengan jalan terpaksa. Yakni
ketika ia menghadapi mara bahaya dan tidak ada lagi yang mampu menolongnya
kecuali pertolongan Allah Swt, saat itulah ia menjawab kebutuhan fitrahnya
kepada kebaikan dan kesempurnaan, dan berjanji pada dirinya untuk tidak lagi
tergelincir pada jalan kesesatan dan keburukan. Firman Ilahi:
و إذا غشيهم موج كالظلل دعوا الله مخلصين له الدين فلما نجهم الي البر فمنهم مقتصد و ما يجحد بأياتنا الا كل ختار كفور
“Dan
apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan
tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang tidak setia
lagi ingkar.”
Oleh karena itu manusia dalam memperoleh yaqazah bisa dengan jalan ikhtiari dan dapat juga dengan jalan qahri (terpaksa). Akan tetapi tentunya nilai jalan ikhtiari lebih utama dari nilai jalan qahri. Sebab segala sesuatu mendapatkan nilai keutamaan apabila dilakukan dengan jalan ikhtiari.
Gambar : sistersufi.com
0 Komentar