Subscribe Us

ksk logo.jpg

MUHAMMAD SEBAGAI KADO TERINDAH BAGI MANUSIA

Serial  Muhammad SAW. dalam Perspektif Muhammad SAW. (2)

Oleh : Dr. AHMAD MUJAHID

Allah Swt. adalah Rabb seluruh alam semesta. Dia menyifati diri-Nya dengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim. Sifat ar-Rahman bersifat sementara di dunia dan diperuntukkan untuk seluruh makhluk dan khususnya seluruh manusia, baik yang taat kepada Allah maupun yang durhaka kepada-Nya. 

Adapun sifat ar-Rahiim hanya diperuntukkan kepada mereka yang taat kepada Allah di akhirat. Di dalam al-Quran ditemukan frase “khalqur Rahman” dalam QS. al-Mulk/ 67: 3. Dalam frase tersebut, kata al-khalq yang berarti ciptaan atau makhluk disandarkan kepada kata ar-Rahman yang merupakan nama dan sekaligus sifat Allah. Nama dan sifat ini berkonotasi makna Maha Rahmat. Pemilik kebajikan yang sangat banyak. Tidak ada keburukan dari-Nya. 

Menurut penulis, frase khalqur Rahman mengisyaratkan makna bahwa Allah menciptakan makhluk khususnya manusia berlandaskan atas sifat rahmat, kasih dan sayang-Nya. Dengan demikian, sejatinya manusia menyadari dan menyakini seyakin-yakinnya, apa pun yang Allah takdirkan atau tetapkan atasnya merupakan wujud rahmat, kebajikan dan kasih sayang Allah. Manusia mesti ridha dengan segala ketetapan Allah kepadanya. Oleh karena itu, tidak ada ketetapan Allah yang buruk, bagi manusia yang selalu menyakini Allah, Tuhan yang Maha Rahman dan Maha Rahim. 

Kualitas manusia seperti ini, senantiasa berada dalam kesyukuran dan kesabaran, baik ketika ia dalam keadaan mudah hidupnya, maupun sedang dalam kesulitan hidup. Bahkan manusia seperti ini, tidak lagi memperhatikan kemudahan dan kesulitan hidup yang dialaminya. Kemudahan dan kesulitan sama saja baginya. Kemudahan hidup tidak lagi menggembirakannya. Demikian pula kesulitan hidup tidak lagi menggelisahkannya. 

Satu-satunya kegelisahan baginya adalah perkara kedekatannya dengan Allah. Apakah ia telah istiqamah dalam keridhaan Allah? Apakah ia tetap konsisten berprasangka baik kepada Allah? Apakah ia telah rela menerima dan senantiasa mampu melihat apapun ketetapan Allah baginya sebagai wujud Rahmat Rahmani. Kegelisahan spiritual yang demikian, terus menerus bergejolak dalam hatinya hingga akhir hayatnya. 

Kualitas manusia seperti ini, baru berhenti gelisah, galau dan merasakan kebahagiaan sejati setelah ia bertemu dengan al-Haq, Allah Maha Rahman dan Maha Rahim. Oleh karena itu, manusia dengan kualitas spiritual yang demikian, rindu dijemput oleh ajal kehidupannya. Baginya kematian dalam “hal dan maqam” muslim-muttaqin, berserah diri secara totalitas kepada Allah adalah harapan tertinggi, cita-cita teragung dan kerinduanya dalam hidup dan kehidupannya. 

Karena kematian merupakan jalan perjumpaannya dengan Allah sebagai bentuk rahmat tertinggi dan teragung baginya. Demikianlah kualitas hidup yang sejati dan hakiki. Semoga penulis dan pendaras tulisan ini, dan atau siapa pun dari saudara mukmin, muslim, muhsin-muttaqin, dianugerahi kualitas hidup yang demikian. Amin ya Rabbal alamin.  

Berbeda dengan manusia yang tidak menyadari dan menyakini Allah sebagai Maha Rahman dan Maha Rahim. Kualitas manusia seperti ini, hanya akan menganggap baik dan menerima sesuatu yang menyenangkan hawa nafsunya. Dia hanya rela menerima takdir kemudahan-kemudahan hidup dan senantiasa menolak takdir kesulitan dan kesusahan hidup. 

Pandangan dunia kemuliaan, manusia seperti ini, hanyalah kekayaan dan menjadi kaya, menjadi manusia pemburu status sosial tinggi dalam kehidupan dunia, menjadi pejabat, elit sosial-politik, elit sosial-ekonomi dan berbagai status sosial yang menyenangkan hawa nafsunya. Kualitas manusia seperti membenci takdir kemiskinan dan menjadi miskin. Menganggap rendah dan hina serta merendahkan dan menghinakan manusia minus status sosial tinggi dan terhormat. Manusia seperti ini bersifat istaghna, merasa cukup dengan dirinya sendiri, egois dan merasa tidak butuh pihak lain. Sebaliknya ia senantiasa merasa dibutuhkan. Akibatnya ia senang disanjung dan gila kehormatan. Puncak semua itu adalah, ia bersikap angkuh dan sombong. Merasa diri paling baik, paling mulia dan tinggi. Selain dirinya hina dan rendah, karena itu ia merendahkan dan menghinakannya. 

Demikianlah pandangan dunia kemuliaan iblis yang manusia warisi. Iblis dan manusia pewaris pandangan dunia kemuliaan ini, buta dan tidak mampu melihat Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim dalam hidup dan kehidupan ini, meskipun iblis dan pewarisnya mengakui eksistensi Allah ar-Rahman sebagai Khaliknya dan pemberi segala kepadanya. Semoga penulis, pendaras tulisan ini serta muslim-mukmin, muhsin-muttaqin terbebas dari kualitas manusia seperti ini. Naudzu billah min dzalik.      

Bukti nyata dari rahmat Allah kepada manusia adalah Allah mengajari manusia al-Quran. Hal ini dipahami dari QS. ar-Rahman/ 55: 1-4. Pada ayat pertama Allah menegaskan diri-Nya sebagai ar-Rahman. Pada ayat kedua hingga ayat keempat, mengisyaratkan makna bahwa Allah sebagai ar-Rahman mengajarkan kepada manusia al-Quran beserta penjelasannya. Dari sini dapat ditegaskan bahwa penurunan al-Quran sebagai hudan, pembelajaran, sumber ilmu merupakan wujud rahmat dan kasih sayang Allah yang bersifat ar-Rahman.

Rahmat Allah yang teragung kepada manusia selain al-Quran adalah Muhammad Saw. sebagai pembawa risalah al-Quran. Muhammad Saw. menegaskan hal ini kepada manusia seperti dalam sabda beliau: Ų§ŁŠŁ‡Ų§ Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ Ų„Ł†Ł…Ų§ Ų§Ł†Ų§ Ų±Ų­Ł…Ų© Ł…Ł‡ŲÆŲ§Ų©   ‘wahai manusia, sesungguhnya saya adalah kado kasih sayang Tuhan kepada kalian.’ 

Berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dipahami bahwa Muhammad memperkenalkan dirinya sebagai rahmat Allah kepada seluruh manusia. Pengakuan Muhammad Saw. yang demikian dibenarkan oleh al-Quran pada ayat 107 surah al-Anbiya.’ Kandungan ayat ini menegaskan bahwa tidaklah engkau (Muhammad) diutus kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam khususnya bagi manusia. 

Kedudukan Muhammad Saw. sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta, khususnya bagi manusia, mengisyaratkan makna bahwa Muhammad Saw. secara antroposetris merupakan sumber kebajikan bagi seluruh manusia dan alam semesta. Apapun yang berasal dari Muhammad Saw. adalah kebaikan dan tidak ada keburukan. Dia dipenuhi dengan kasih sayang. Muhammad Saw. sangat tidak ingin melihat manusia jatuh dalam penderitaan dan kesusahan. Apalagi terjatuh dalam kesengsaraan abadi di neraka. Muhammad sangat ingin manusia seluruhnya beriman. Dengan begitu, semua manusia dapat merasakan kenikmatan surgawi selamanya. Seperti dapat dipahami dari kandungan QS. Taubah. 9: 128. 

Kandungan ayat 128 mengemukakan beberapa sifat Muhammad Saw. Pertama, beliau sangat tidak ingin melihat umatnya menderita. Terasa berat baginya atas penderitaan umatnya. Kedua, Muhammad sangat menginginkan seluruh umatnya beriman dan memperoleh keselamatan. Ketiga, beliau sangat penyantun (rauf). Dan keempat, sangat penyayang (rahiim) kepada kelompok sosial yang beriman. Ayat lain yang menggambarkan kerahmatan Muhammad Saw. adalah QS. Ali Imran/ 3: 159. 

Kandungan ayat 159, mengemukakan bahwa Muhammad Saw. memiliki hati yang lembut, beliau terbebas dari kekasaran dan kekerasan hati serta ujaran-ujaran kebencian. Beliau sangat pemaaf dan senantiasa memohonkan ampunan kepada umatnya yang durhaka dan berdosa. 

Sikap lain yang tak kalah pentingnya menggambarkan kepribadian Muhammad yang mulia adalah kerelaannya untuk bermusyawarah dengan umatnya dalam suatu urusan. Dari sini, dapat dikatakan bahwa Muhammad Saw. sangat menghargai dan menghormati umatnya. Beliau tidak bersikap sombong meskipun ia adalah manusia pilihan, manusia yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh umat manusia. Beberapa sifat Muhammad Saw. sungguh menggambarkan kemuliaan akhlak beliau. Allah sendiri telah mengakui dan menegaskan keagungan akhlak Muhammad Saw. seperti ditegaskan dalam QS. al-Qamar/ 68: 4.

Dalam sejarah kehidupan Muhammad Saw. ditemukan beberapa kasus yang menggambarkan kerahmatan Muhammad Saw. baik kepada umatnya yang beriman kepadanya maupun yang tidak beriman kepadanya. Bahkan tidak sedikit dari kaumnya menjadi beriman karena kerahmatan, kebajikan dan kemuliaan serta keagungan akhlaknya. Contohnya perlakuan rahmat Muhammad Saw. kepada seorang Yahudi tua yang buta kedua matanya. 

Orang Yahudi ini, sangat membenci Muhammad Saw.. Ia sering menceritakan keburukan Muhammad Saw., mencaci maki dan menghinakannya. Bahkan ketika Muhammad Saw. menyuapi Yahudi tua buta tersebut dengan makanan dan minuman, penuh kasih sayang dan  kelembutan, beliau terus menerus menerima hinaan, perendahan, cacian dan ucapan-ucapan kasar dari Yahudi tua buta yang sedang disuapinya. Namun Muhammad Saw. tetap saja menyuapi Yahudi tua buta tersebut dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sampai beliau wafat. 

Setelah Muhammad Saw. wafat, dalam beberapa hari, Yahudi tua buta itu tidak disuapi lagi olehnya. Yahudi tua buta itu tidak lagi merasakan rahmat, kasih sayang dan kelembutan Muhammad Saw. Maka, tak kalah Abu Bakar ra. mengambil alih kebiasaan Muhammad Saw. menyuapi Yahudi tua buta tersebut. Yahudi tua buta itu, mampu merasakan perbedaan rahmat, kasih sayang dan kelembutan orang yang menyuapinya sekarang dengan yang menyuapinya sebelumnya. Yahudi tua buta itu pun berkata kepada Abu Bakar ra., siapa anda? Abu Bakar menjawab saya yang biasa menyuapi anda selama ini. Yahudi tua buta itu menjawab bukan, anda bukan yang biasa menyuapi saya. Suapan anda sangat berbeda dengan suapannya. Dia begitu penuh rahmat, kasih sayang dan kelembutan ketika menyuapi saya. 

Akhirnya Abu Bakar pun mengakui bahwa dirinya adalah Abu Bakar. Lalu Yahudi tua buta itu, bertanya ke mana orang yang telah menyuapi saya selama ini? Abu Bakar menjawab ia telah wafat. Kembali Yahudi tua buta itu bertanya; siapa sesungguhnya dia wahai Abu Bakar? Abu Bakar menjawab; dia adalah Muhammad Saw. yang selama ini engkau sangat benci, engkau caci-maki, engkau hinakan dan rendahkan. Mendengar jawaban Abu Bakar, Yahudi tua buta itu tersungkur menangis dengan penuh penyesalan atas perbuatan dan sikapnya kepada Muhammad. Yahudi tua buta itu sangat bersedih dengan wafatnya Muhammad Saw. Pada akhirnya, Yahudi tua buta tersebut menyatakan dirinya masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad Saw. 

Demikian sekelumit gambaran rahmat, kebajikan, kasih sayang Muhammad terhadap manusia yang membencinya sekalipun. Lalu bagaimana besarnya kasih sayang, kebajikan Muhammad Saw. terhadap manusia yang beriman dan menjadi pengikut setianya? Jawaban atas pertanyaan ini, dapat dipahami dari sikap Muhammad Saw. menjelang wafatnya. Di mana yang beliau ingat dan perhatiannya hanya kepada keselamatan umatnya. Bahkan beliau, sangat ingin berat dan besarnya kesakitan di kala sakaratul maut, cukup ditimpakan kepadanya agar umatnya tidak lagi merasakan kesakitan ketika mereka mengalami sakaratul maut. 

Wujud rahmat dan kasih sayang Muhammad Saw. kepada umatnya termasuk yang masih menolak dan mengingkari dakwahnya, antara lain digambarkan oleh QS. al-Anfal/ 8: 32, 33 dan 34. Kandungan ayat 33 menggambarkan bahwa Muhammad Saw. telah menjadi perisai bagi masyarakat kafir Quraish, sehingga tidak diturunkan kepada mereka azab yang pedh. Padahal mereka sangat ingkar kepada Muhammad Saw. Sejatinya Azab Allah telah diturunkan kepada mereka (baca ayat 34). Bahkan mereka, menentang Allah dan memohon agar ditimpakan kepada mereka hujan batu dari langit dan atau diturunkan azab yang pedih (baca ayat 32). Namun karena diri Muhammad bersama mereka, maka azab itu tidak ditimpakan kepada mereka. 

Terkait dengan kedurhakaan orang kafir atau kaum musyrikin Quraish kepada Muhammad Saw. Imam Muslim meriwayat sebuah hadis dari Abu Hurairah, yaitu; dikatakan kepada Rasulullah Saw; “berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik. Rasulullah Saw. menjawab bahwa; “sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat. Hadis ini semakna dengan pengakuan Rasulullah Saw. seperti dalam sabdanya yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu: Ų§ŁŠŁ‡Ų§ Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ Ų„Ł†Ł…Ų§ Ų§Ł†Ų§ Ų±Ų­Ł…Ų© Ł…Ł‡ŲÆŲ§Ų©   ‘wahai manusia, sesungguhnya saya adalah kado kasih sayang Tuhan kepada kalian.’ Terkait dengan sanad hadis ini, dapat ditemukan uraiannya dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat 107 surah ke 21. 

Demikianlah bentuk rahmat Muhammad Saw. kepada manusia seluruhnya termasuk terhadap mereka yang ingkar dan menolak risalah beliau sekali pun. Yakni mereka dibebaskan dari azab Allah seperti yang telah diturunkan kepada umat-umat sebelumnya yang ingkar kepada rasul yang diutus kepada mereka. Demikianlah salah makna ayat 107 surah ke 21 yang menegaskan bahwa Muhammad Saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta khususnya manusia.

Sebagai penutup serial risalah maulid Muhammad Saw. ini, penulis akan mengemukakan respon Muhammad Saw. ketika sampai kepadanya kabar terkait dengan penyataan Abu Jahal dan Abu Sufyan tentang dirinya. Abu Jahal berkata (dengan penuh hasutan, kesan penulis) kepada kaum Quraish; “wahai kaum Quraish, kini Muhammad telah tinggal di Yastrib. Dia telah mengirimkan mata-matanya (memata-matai kalian). Sesungguhnya, dia hanya menginginkan dan mendapatkan jarahan dari kalian. Maka berhati-hatilah kalian, jangan sampai melalui jalannya dan mendekatinya. Sungguh Muhammad itu bagaikan harimau yang sangat ganas. Dia sangat mendendam kepada kalian, karena kalian telah mengusirnya keluar dari Makkah seperti mengusir kera-kera dari keramaian. Demi Allah, dia memiliki sihir yang sangat ampuh dan saya tidak pernah melihat sebelumnya ilmu sihir seampuh itu. Sungguh saya melihat bahwa; tidak seorang pun dari sahabatnya kecuali ditemani oleh setan-setan. (selanjutnya Abu Jahal berkata), kalian sesungguhnya telah mengetahui bahwa permusuhan kita dengan Bani Qailah (yakni kaum Aus dan Khazraj), Muhammad telah bekerja sama dan meminta bantuan kepada musuh kita.”

Mendengar ucapan Abu Jahal tersebut, Mut’im Ibnu Addi menimpalinya dengan mengatakan kepada Abu Jahal; “wahai Abu Hakam (gelaran Abu Jahal), tidak pernah ada seorang yang berlisan lebih jujur dan lebih menepati janji kecuali saudara kalian yang telah kalian usir yakni Muhammad. Sungguh kalian telah mengusirnya, maka sepantasnya sekarang kalian menjadi pembelanya sebagai penebus kesalahan kalian karena telah mengusirnya. 

Perkataan hasutan dan fitnah yang senada dengan perkataan Abu Jahal juga dikatakan oleh Abu Sufya Ibnu Haris, namun karena keterbatasan ruang tulisan ini, maka tidak dituliskan. Ketika Rasulullah Saw. mendengar khabar terkait perkataan hasutan Abu Jahal dan Abu Sufyan, beliau merespon dengan berkata: “Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh aku benar-benar akan membunuh mereka, menyalib mereka. Ataukah sungguh aku benar-benar akan memberi petunjuk kepada mereka, sedangkan mereka tidak menyukainya. Sesungguhnya aku ini adalah pembawa rahmat yang diutus oleh Allah. Allah tidak akan mewafatkan diriku sebelum Dia memenangkan agama-Nya. Aku mempunyai lima buah nama, aku adalah Muhammad dan Ahmad. Dan aku adalah al-Mahi yakni melaluiku Allah menghapus kekufuran dan aku adalah al-Hasyir yang semua orang kelak di hari kiamat digiring di bawah telapak kakiku dan aku adalah al-Aqib.”

Mencermati respon Rasulullah Saw. sungguh jelas kerahmatan dan kasih sayang beliau kepada umatnya termasuk kepada yang masih konsisten dalam kekafirannya. Sesungguhnya boleh saja beliau membunuh dan menyalib kaum musyrikin Makkah. Beliau mampu melakukannya, namun dia tidak melakukannya. Muhammad Saw. lebih memilih memberi kesempatan untuk dapat menerima petunjuk risalahnya. Yakni dengan memaafkan dan membebaskannya. Lihatlah tindakan dan perlakuan Muhammad Saw. kepada kaum kafir Quraish Makkah ketika fathul Makkah. Mereka diberi pilihan masuk Islam ataukah meninggalkan Makkah secara bebas. Mereka tidak ditawan apalagi dibunuh. Padahal mereka telah mengusir Muhammad Saw. dan pengikutnya dari Makkah negeri kelahirannya yang paling dicintainya.        

Berdasarkan uraian di atas, kiranya sangat jelas betapa besar rahmat, kebajikan, kasih sayang dan kelembutan Muhammad Saw. kepada umat manusia seluruhnya. Rahmat, kebajikan, kasih sayang dan kelembutannya bersifat transgeografis, trans ruang dan waktu, trans idiologi, paham, aliran dan mazhab serta transreligus. Beliau diutus semata-mata sebagai rahmat Allah dan bukan sebagai pelaknat dan penghacur umat manusia. Sekiranya sifat kerahmatan, kebajikan, kasih sayang dan kelembutan Muhammad Saw. diteladani oleh umat Islam pada khususnya, maka tidak akan ditemukan dalam kehidupan umat Islam sikap takfiri, menghujat dan senang menyalahkan saudara muslim. Tidak ditemukan sikap terburu-buru menyesatkan saudara dan sesama muslim. 

Sayang seribu sayang, kerahmatan Muhammad hingga tulisan ini diturunkan, masih sangat jauh dari manusia yang mengaku sebagai pengikutnya dan atau umat Islam. Sebelum tulisan ini diturunkan, viral di media sosial, respon negatif yakni menyalahkan, mengucapkan ujaran-ujaran kebencian dan bahkan penyesatan terhadap seorang ulama yang dianggap sebagai ulama pendukung pemikiran liberal dan sebagai pendukung mazhab yang dianggap sesat di Indonesia. 

Sejatinya ulama yang ceramahnya di Mabes Polri, sekiranya dianggap dan atau memang keliru dan salah dan tersesat, sikap terbaik penuh rahmat, kebajikan, kasih sayang dan kelembutan adalah dengan mengundangnya untuk duduk bersama, mendiskusikan materi yang telah disampaikannya. Bukan dengan cara mengecamnya, menyalahkan dan menyesatkannya di media sosial. Anehnya lagi yang melakukan gerakan takfir, penyesatan itu adalah mereka yang juga mengaku sebagai ulama dan ahli ilmu. Memang penyakit ahli ilmu adalah hasat dan dengki terhadap ahli ilmu lainnya. 

Sungguh beruntung manusia yang menghidupkan Muhammad Saw. dalam dirinya. Menjadikan rahmat, kebajikan, kasih sayang dan kelembutannya sebagai moralitas akhlak kehidupannya. Sebaliknya sungguh merugi manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya yang mematikan Muhammad Saw. dalam dirinya. Manusia yang sunyi dari rahmat, kebajikan, kasih sayang dan kelembutan. Nauzu billah min zalik. Wa Allah a’lam. Semoga manfaat dan mencerahkan. 

Gambar : https://www.pinterest.com/bilalmehvish786/beautiful-names-of-muhammad-saw/

Posting Komentar

0 Komentar