Subscribe Us

ksk logo.jpg

Ratu Perempuan yang Cerdas di Nusantara

 


Prof.Dr.Khusnul Yaqin,M.Sc.

Di Nusantara sebenarnya sejak dari dulu tidak ada pembedaan peran sosial antara perempuan dan laki-laki. Ketika dunia Barat masih bergetayangan dengan patriarkisme, mendewakan gender laki-laki, Nusantara sudah punya pimpinan seorang perempuan,  yaitu Maharani Sri Tribuawana Wijayatunggadewi (MSTW) (1328-1350).  

Dasar pemilihan beliau adalah kecerdasan dan kebijaksanaannya yang diputuskan oleh suatu dewan di Kerajaan Majapahit. MSTW memenuhi kriteria itu. Kemudian MSTW diangkat sebagai Raja atau Ratu Majapahit. Dari sini kita bisa melihat betapa majunya pemikiran para intelektual pada waktu itu yang tidak melihat gender sebagai kriteria seseorang menjadi raja atau ratu.  

Cara berpikir ini juga diterapkan dalam berbagai hal, seperti dalam mempertimbangkan nasab. Nasab tidak diurut hanya dari jalur bapak saja, tetapi juga diurut dari jalur ibu. Oleh karena itu kebudayaan Nusantara tidak bisa ditakar oleh kebudayaan lain yang masih jahiliyah yang  berkubang dalam pemikiran yang bias gender. 

Imam Ali Ridho as pernah diprotes jalur nasabnya oleh nasibi. Nasibi berkata ke Imam Ali Ridho as bahwa beliau bukan keturunan Rasul SAW, karena beliau tersambung ke Rasul SAW melalui jalur perempuan yaitu Fathimah Zahra as. Kemudian Imam Ali Ridho as balik bertanya menurut kamu, dari jalur manakah Isa as tersambung ke jalur kenabian? Nasibi itu gelagapan, karena dia juga tahu bahwa Isa as adalah putra Maryam yaitu seorang perempuan. 

Dari situ kita bisa melihat bahwa masyarakat yang bapakisme adalah masyarakat jahiliyah dan masyarakat yang menghormati laki-laki maupun perempuan adalah masyarakat yang berakal dan cerdas. Anda bisa simak data bagaiamana Arab jahiliyah membunuh anak-anak perempuan yang hal itu tidak terjadi pada bani Hasyim.  Hasyim kakek Rasul SAW menurut sejarawan dalam kondisi tertentu dikendalikan oleh istrinya yang bernama Salmah. 

Rasul SAW mendekonstruksi cara berpikir bapakisme Arab jahiliyah yang masih menggelayuti pikiran sebagian para sahabat pada waktu itu. Sebagai contoh, pada saat Rasul SAW bermajelis dengan para sahabat kemudian sayyidah Fathimah datang di majelis itu, Rasul SAW berdiri menyambut Fathimah dan mencium tangan Fathimah. 

Dua tradisi itu asing di masyarakat jahiliyah, menyambut seorang perempuan dan mencium tangannya. Rasul SAW melakukan Dua tradisi itu untuk mendekonstruksi pikiran sahabatnya yang masih jahiliyah, bapakisme. 

Menempatkan peremuan dalam posisi setara dengan laki-laki yang dilakukan oleh Rasul SAW, sudah menjadi tradisi masyarakat Nusantara. Dewan ahli yang memilih MSTW sebagai ratu adalah bukti nyata tentang kesetaraan itu. 

Setelah menjadi raja atau ratu Majapahit, MSTW membuktikan kapabilitas sebagai seorang perempuan. Di masa MSTW kerajaan Majapahit mencapai masa keemasannya, menjadikan rakyat Nusantara menjadi rakyat yang sejahtera dan berperadaban yang tinggi. 

Di bawah kepemimpinannya, birokrasi kerajaan yang sudah teratur menjadi lebih efisien. Pada masa pemerintahannya, Gajah Mada, seorang pemimpin yang visioner, diangkat menjadi Mahapatih Majapahit. 

Bersama-sama, mereka memperluas pengaruh Majapahit hingga ke seluruh Nusantara.

Ratu MSTW dikenal akan kebijaksanaannya, yang membawa kemakmuran bagi kerajaan. 

Ketika tiba saatnya untuk menyerahkan takhta, ia memilih anaknya, Hayam Wuruk, untuk menjadi raja selanjutnya. Tribhuwana kemudian mengundurkan diri dari kehidupan kerajaan dan menghabiskan sisa hidupnya untuk mendalami ajaran agama.

Tamalanrea Mas, 11 Agustus 2024

gambar : https://tirto.id/sejarah-hidup-tribhuwana

Posting Komentar

0 Komentar