Subscribe Us

ksk logo.jpg

Anies, Bagai Bebek Terjebak Dalam Rawa-Rawa Politik

Herman Kajang

Anies Baswedan, yang dalam pandangan publik selalu digambarkan sebagai politisi yang cerdas dan berwawasan, kini tampak terperosok dalam rawa-rawa politik yang dalam dan licin—bukan karena pilihannya, tetapi karena ia dengan sabar dan penuh percaya diri, dibawa menuju lumpur oleh para pengemudi partai yang mengaku sebagai pemandu jalan. Dalam Pilkada Jakarta 2024, Anis bagai bebek terjebak dalam rawa-rawa politik.

Di awal cerita Pilkada Jakarta, Anies digoda oleh iming-iming bintang terang dari Nasdem dan PKS, seakan mereka adalah pemandu wisata yang akan membawanya menuju puncak keberhasilan politik. Anies, penuh harapan, duduk tenang di kursi penumpang, percaya bahwa perjalanan ini akan berakhir bahagia. Namun, saat partai-partai tersebut tiba-tiba berpindah haluan menuju Koalisi Indonesia Maju (KIM), Anies mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sayangnya, saat itu sudah terlalu terlambat—perahu yang dikendarainya sudah berada di tepi rawa yang berbahaya.

Pindah ke PDI Perjuangan, Anies tampak percaya bahwa ia akan mendapatkan arahan yang benar. Dengan penuh semangat, ia mengikuti semua instruksi dan bimbingan, berharap bahwa partai tersebut adalah jalan keluar yang menjanjikan. Namun, PDI Perjuangan tampaknya lebih tertarik membawa Anies lebih dalam ke dalam rawa daripada mengarahkan ke jalan keluar. Setiap keputusan yang diambil partai seolah membuat Anies tenggelam lebih dalam, dengan setiap perubahan arah semakin membuat Anies terjebak dalam lumpur politik.

Deklarasi yang ditunda, keputusan mendukung Pramono Anung-Rano Karno, dan berbagai putusan partai lainnya tampak seperti permainan yang diatur dengan cermat. Anies, yang terus mengikuti arahan tanpa banyak bertanya, terjebak dalam jebakan yang semakin dalam. Dalam skenario ini, ia bukanlah kapten yang memegang kemudi, melainkan seorang penumpang pasif yang dibawa oleh arus keputusan partai.

Sementara itu, spekulasi tentang tekanan dari kekuatan besar menjadi semakin panas. Dari kejauhan, Presiden Joko Widodo, dengan gaya seorang pemburu, mengamati semua ini dengan tenang. Tentu saja, dia membantah punya andil dalam jebakan yang menimpa Anies. “Saya ini cuma penonton,” katanya, sambil tersenyum, seolah-olah tidak sedang memegang senapan yang siap ditembakkan kapan saja. Tapi siapa yang bisa percaya? Bagaimanapun, legenda mengatakan bahwa di setiap rawa yang tenang, selalu ada buaya besar yang menunggu untuk menyerang.

Namun, Anies tetap duduk di kursi penumpang, tidak pernah benar-benar mengadopsi sikap aktif untuk melawan atau mencari jalan keluar. Alih-alih menggali lebih dalam untuk memahami situasi atau mengambil langkah-langkah proaktif, Anies hanya mengikuti petunjuk dari partai, berharap bahwa mereka akan membawanya ke tempat yang lebih baik—sebuah harapan yang semakin tidak realistis di tengah rawa yang semakin dalam.

Ketika tawaran untuk Pilkada Jawa Barat datang, Anies menolaknya. Dengan kebijaksanaan yang diibaratkan oleh pendukungnya seperti keputusan seorang biksu yang memilih hidup dalam keheningan, Anies menolak tawaran itu. Alasannya? Tak ada aspirasi dari rakyat Jawa Barat. "Padahal, hasil Pilpres 2024 menunjukkan bahwa pemilih Anies di Jawa Barat mencapai 31 persen," seru seorang pengamat politik yang mungkin saja baru bangun dari tidur panjangnya.

Tawaran tersebut seakan hanyalah bagian dari skenario yang sudah ditulis sebelumnya. Dalam pandangan luar, ini tampak seperti langkah cerdas, tetapi dalam realitasnya, Anies tetap terjebak dalam rawa politik yang diciptakan oleh keputusan-keputusan yang tidak pernah sepenuhnya dikendalikan olehnya.

Akhirnya, Anies Baswedan, yang dulunya dilihat sebagai calon pemimpin yang penuh harapan, kini tampak seperti sosok yang hanya mengikuti arus, tanpa benar-benar mengerti bahwa ia telah dibawa ke dalam rawa-rawa politik yang dalam dan menjerat. Dalam setiap langkahnya, ia tampak seperti boneka yang digerakkan oleh tali-tali politik, tanpa pernah benar-benar mencoba untuk menciptakan jalannya sendiri atau melawan arus yang membawa ia lebih dalam ke dalam lumpur politik yang kian pekat.

Ataukah, ke depan, Anies memiliki dua pilihan yang mungkin: membangun panggung politik baru dengan mendirikan partai atau ormas, atau mencoba mempertahankan eksistensinya dalam politik nasional tanpa jabatan publik. Apapun langkah yang akan diambil, perjalanan politik Anies tidak akan mudah, terutama dalam iklim politik yang semakin keras dan penuh intrik.

Namun, seperti yang Anies sendiri katakan, "Ini bukan jalan akhir, perjalanan masih panjang." Dengan semangat itu, masa depan politik Anies Baswedan mungkin masih memiliki beberapa babak yang belum terungkap.

Makassar, 3 September 2024

gambar : https://www.cnbcindonesia.com/

Posting Komentar

0 Komentar