Ustadz Prof.Dr. Khusnul Yaqin,M.Sc
Mahluk yang berterima kasih tidak mungkin tidak menggunakan akalnya. Hal ini karena berterima kasih adalah suatu respon atas suatu tindakan. Respon ini tentunya bukan sekadar suatu respon sederhana semisal ada suatu pukulan terhadap diri kita, lalu kita menghindar atau menangkis pukulan. Respon berterima kasih melibatkan kemampuan analisis terhadap suatu pemberian yang bermanfaat terhadap diri kita. Analisis itu tentunya menggunakan akal.
Akal mengolah tindakan atau berpikir bahwa seseorang atau partner komunikasi telah memberikan sesuatu dan menghasilkan kesimpulan bahwa tindakan partner itu bermanfaat pada dirinya.
Apa yang terjadi setelah diri itu berkesimpulan bahwa ada pemberian dari partner yang bermanfaat pada dirinya? Diri itu akan membenamkan kesimpulan itu pada benaknya atau kalbunya dan mengolahnya menjadi prilaku berterima kasih atau bersyukur.
Secara psikologis, perilaku berterima kasih atau bersyukur didasari oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan emosional dan sosial seseorang atau mahluk.
Dengan demikian berterima kasih itu melibatkan akal dan kalbu sekaligus. Mahluk yang tidak tahu berterima kasih atau bersyukur adalah mahluk yang tidak menggunakan akal dan kalbunya.
Simpanse dalam video ini menunjukkan karakter luhur. Dia menggunakan akal dan kalbunya untuk merespon tindakan manusia yang telah menolongnya mengambilkan air untuk diminum dengan membersihkan tangan seorang manusia atau partner komunikasinya.
Data ini sepertinya telah mende konstruksi klaim bahwa hanya manusia yang mempunyai akal dan oleh karenanya memunyai kemampuan berpikir. Sepertinya juga akal dan berpikir itu sebaiknya dipandang dengan teori gradasi wujud, sehingga tidak kebingungan dalam menganalisis prilaku-prilaku binatang yang menunjukkan adanya kemampuan berpikir.
Binatang saja yang gradasi berpikirnya jauh di bawah manusia berkemampuan untuk berterima kasih atau bersyukur, bagaimana dengan kita?
gambar : https://intisari.grid.id
0 Komentar